Beranda | Artikel
Jual Beli Rambut Dalam Pandangan Syariat
Selasa, 1 April 2014

Hukum Jual Beli Rambut

Pertanyaan, “Bolehkah menjual atau menyumbangkan rambut kepala untuk dibuat wig?”

Jawaban, “Tidak ada perselisihan di antara para ahli fikih tentang terlarang atau haramnya menjual rambut kepala karena dia adalah bagian dari badan manusia yang merupakan makhluk yang dimuliakan oleh Allah, dan tindakan menjual bagian dari tubuh manusia itu menyebabkan perendahan dan penghinaan terhadap bagian dari tubuh manusia tersebut.

Dalam Mausu’ah Fiqhiyyah Kuwaitiyyah, 26:102, disebutkan, ‘Para ahli fikih bersepakat mengenai tidak bolehnya memanfaatkan rambut manusia dengan menjual atau menggunakannya untuk suatu peruntukan tertentu, karena manusia adalah makhluk yang dimuliakan sebagaimana firman Allah,

وَلَقَدْ كَرَّمْنَا بَنِي آدَمَ

(Yang artinya), ‘Sungguh Kami telah memuliakan anak keturunan Adam.’ (Qs. Al-Isra:70)

Oleh karena itu, tidak boleh menghinakan dan memanfaatkan bagian tubuh manusia untuk suatu keperluan tertentu.’

Adapun hukum menginfakkan atau menyumbangkan rambut kepada orang yang akan menjadikannya sebagai bahan baku rambut palsu atau wig maka sebelumnya perlu diketahui bahwa menggunakan rambut palsu itu boleh jadi diperbolehkan, boleh jadi diharamkan. Boleh memakai rambut palsu jika tujuannya adalah menutupi cacat dan kekurangan. Sebaliknya, memakai rambut palsu itu haram jika maksudnya adalah untuk berhias dan berdandan.

Syekh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin mengatakan, ‘Memakai rambut palsu itu ada dua macam:

  1. Maksudnya adalah untuk berhias. Artinya, ada seorang wanita yang sudah memiliki rambut yang lebat dan tidak ada cacat yang perlu ditutupi. Wanita semacam ini tidak boleh memakai rambut palsu karena memakai rambut palsu dalam kasus ini tergolong tindakan menyambung rambut, padahal Nabi melaknat wanita yang menyambut rambutnya dengan sesuatu.
  2. Seorang wanita yang sama sekali tidak memiliki rambut sehingga dia dicela oleh para wanita karenanya, sedangkan dia tidak mungkin bisa menyembunyikan kekurangannya ini kecuali dengan memakai rambut palsu. Dalam kondisi semacam ini, kami berharap hukumnya adalah tidak mengapa karena rambut palsu dalam hal ini bukan untuk berhias dan berdandan namun untuk menutupi kekurangan fisik. Meski demikian, sikap yang hati-hati adalah menghindari penggunaan rambut palsu dan diganti dengan ke mana-mana memakai kerudung sehingga kekurangan fisiknya tidak diketahui orang lain.’ (Fatawa Nurun ‘alad Darbi)

Beliau juga mengatakan, ‘Wig itu haram karena termasuk menyambung rambut. Jika tidak boleh dikatakan sebagai tindakan menyambung rambut, memakai wig itu menyebabkan rambut seorang wanita lebih panjang daripada realita sesungguhnya sehingga perilaku ini dinilai menyerupai ‘menyambung rambut’. Padahal, Nabi melaknat orang yang menyambung rambutnya.

Akan tetapi, jika pada kepala seorang wanita sama sekali tidak dijumpai rambut atau wanita tersebut botak maka tidak mengapa mengenakan rambut palsu untuk menutupi kekurangan ini karena–pada dasarnya–menutupi kekurangan fisik itu diperbolehkan. Oleh karenanya, Nabi mengizinkan orang yang hidungnya terpotong dalam suatu peperangan untuk memasang hidung palsu yang terbuat dari emas.’ (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin, juz 11, jawaban untuk pertanyaan no. 68)

Oleh karena itu, jika orang yang hendak diberi sumbangan rambut secara cuma-cuma tersebut adalah pihak yang bisa dipercaya hanya akan memproduksi rambut palsu untuk orang yang memakainya untuk menutupi kekurangan fisiknya, menyumbang rambut hukumnya boleh dan berpahala di sisi Allah. Akan tetapi, jika kondisi orang tersebut tidak demikian maka menyumbang dalam kondisi ini hukumnya adalah terlarang.”

Referensi: http://www.alsalafway.com/cms/fatwa.php?action=fatwa&id=235

Penyusun dan penerjemah: Ustadz Aris Munandar, M.A.

Artikel www.PengusahaMuslim.com



Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/2466-jual-beli-rambut-dalam-pandangan-syariat.html